Lokakarya Pembangunan Pariwisata Nias: MoU Kerjasama Bupati/Walikota se Kepulauan Nias dan Nota Kesepakatan Kementerian dan Bupati/Walikota Ditanda-tangani

Gunung Sitoli-Nias – Dalam Lokakarya Pembangunan Pariwisata Nias, yang dilaksanakan pada tanggal 17-18 Juni 2014, ditanda-tangani dua dokumen, yaitu Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Lima Kepala Daerah se Kepulauan Nias tentang Kerjasama Antar Daerah Pembangunan Pariwisata Nias sebagai prioritas pembangunan daerah; dan Nota Kesepakatan antara Tiga Kementerian dan Lima Kepala Daerah Kepulauan Nias tentang Dukungan dan Fasilitasi terhadap Nota Kesepahaman antar Kepala Daerah se Kepulauan Nias. Tiga Kementerian yang menandatangani Nota Kesepakatan tersebut adalah Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Ekonomi Kawasan dan Kemitraan Perhubungan. Ketiga pejabat kementerian ini hadir dan sekaligus menjadi narasumber nasional dalam lokakarya tersebut.

Briefing Final Draft Nota Kesepahaman dan Nota Kesepakatan dalam Rapat SC bersama Bupati/Walikota dan Staf Kemenparekraf

Briefing Final Draft Nota Kesepahaman dan Nota Kesepakatan dalam Rapat SC bersama Bupati/Walikota dan Staf Kemenparekraf

Lokakarya ini dimaksudkan untuk menjadikan Nias sebagai salah satu daerah destinasi wisata nasional. Sebenarnya visi pariwisata demikian bukan hal baru bagi daerah ini. Paling tidak melalui 2 kunjungan Wakil Presiden RI ke Pulau Nias, yaitu Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Adam Malik, maksud tersebut telah digagas. Akan tetapi gagasan ini belum memberi pengaruh signifikan pada kunjungan wisata, baik nusantara maupun mancanegara. Bila dibandingkan dengan Kota Medan, misalnya di Provinsi Sumatera Utara, dengan menggunakan ukuran indikator pada penerimaan PAD pada tahun 2011 tercatat penerimaan PAD dari pariwisata (pajak dan retribusi hotel, restoran dan rekreasi) hanya sebesar 0,2% dari total penerimaan PAD Provinsi Sumatera Utara, sangat jauh dibandingkan dengan PAD pariwisata yang diterima oleh Kota Medan sebesar 85,3% (Kementerian Keuangan, 2013).

Bisa lihat indikator lain secara fisik dan kasat mata, seperti infrastruktur publik menuju ke obyek wisata belum tertata baik. Demikian juga infrasturktur wisata, seperti fasilitas publik (air, sanitasi lingkungan, penginapan dan restoran, jaringan internet, dll), masih sangat kurang. Partisipasi masyarakat juga masih sangat rendah. Padahal sejatinya, Nias memiliki kekayaan sumberdaya alam dan manusia yang sangat potensial. Di bidang sumberdaya alam tercatat kesuburan lahan pertanian, kekayaan bahari dan keindahan pantai serta gelombang pantai yang sangat disukai oleh peselancar internasional. Di bidang sumberdaya manusia, kekayaan budaya Nias tercermin dari keindahan arsitektur tradisional, gua-gua purba tempat bermukim orang Nias pada masa Mesolitikum, ragam kuliner, seni budaya dan adat istiadat setempat.

Atraksi Seni Budaya Nias pada Gala Dinner

Atraksi Seni Budaya Nias pada Gala Dinner

Berbagai aset tersebut seharusnya dapat didayagunakan untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat Nias. Sayangnya kekayaan alam dan budaya tersebut belum secara signifikan mampu dikembangkan untuk mendapatkan nilai ekonomi yang dapat menyejahterakan masyarakat Nias. Ini terlihat dari masih banyaknya jumlah penduduk miskin di Nias. Tahun 2012 tercatat jumlah penduduk Nias sebanyak 766.500 jiwa dan tercatat jumlah penduduk miskin sebanyak 181.830 jiwa (23,7%). Dari jumlah tersebut, penduduk miskin di Kabupaten Nias tercatat sebanyak 24.630 jiwa, Kabupaten Nias Selatan sebanyak 56.050. jiwa, Kabupaten Nias Utara sebanyak 37.920 Jiwa, Kabupaten Nias Barat sebanyak 23.470 Jiwa, dan Kota Gunung Sitoli sebanyak 39.760 jiwa. (BPS Sumut, 2014).

Sekarang ini, pariwisata dan ekonomi kreatif menjadi salah satu andalan dalam peningkatan devisa negara. Wamen Kemenparekraf menyebutkan bahwa sektor ini menempati urutan kelima penghasil devisa negara. Tidak heran, banyak daerah dan negara menjadikan sektor ini sebagai andalan dalam meningkatkan PAD. Dampak dari pengembangan sektor ini antara lain dalam penyerapan tenaga kerja, pengembangan usaha dan jasa pariwisata, pendidikan, pelestarian budaya, dan lain-lain. Belum lagi kecenderungan arah pembangunan global, ketika pamanasan bumi terus bertambah, sumber daya alam dieksploitasi, makan arah pembangunan yang terbarukan (sustainable development) adalah pilihan pada masa mendatang. Pariwisata adalah pilihan terhadap arah pembangunan tersebut.

Karena itu, kesepakatan Kepala Daerah di Kepulauan Nias memilih pariwisata dan ekonomi kreatif sebagai prioritas pembangunan adalah tepat. Apalagi sektor pembangunan lain yang selama ini menjadi leading sector di daerah ini, belum memberikan pengaruh pada kesejahteraan masyarakat. Melalui lokakarya inilah, upaya menuju kesitu, dibicarakan dan dirumuskan. Banyak ahli narasumber memberikan kontribusi terhadap arah pembangunan sektor ini ke depan dalam lokakarya. Pembicara nasional, disamping pengambil kebijakan tetapi juga para investor dan pelaku usaha pariwisata. Demikian juga dari provinsi Sumatera Utara. Dan yang tidak kalah penting adalah narasumber lokal, yaitu tokoh masyarakat yang sehari-hari hidup bersama masyarakat. Tokoh masyarakat ini mempresetansikan harapan dan peran masyarakat dalam pembangunan pariwisata dari berbagai perspektif, yaitu spiritualitas dan etika, pelestarian budaya, ketahanan budaya, pendidikan dan kemasyarakat dan pelaku usaha lokal.

Maksud ini bersambut baik dengan pengambil kebijakan pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Wamen Parekraf mendorong agar pada tahun ini dilaksanakan paling tidak satu event nasional di bidang pariwisata. Event ini menjadi pemicu penyelenggaraan event pada tahun berikutnya secara periodik. Ini adalah antara lain tindak lanjut dari lokakarya disamping pembentukan kelompok kerja dari pemerhati wisata, baik nasional maupun lokal; pemerintah dan masyarakat, untuk menggulirkan gagasan ini menjadi kenyataan. (***)

  1. No trackbacks yet.

Leave a comment