Mensiasati Pasangan Calon Pemilukada Nias Barat

Jakarta – Dewasa ini peta persaingan menjadi Pimpinan Daerah Kabupaten Nias Barat semakin ketat. Para kandidat yang disebut berpotensi memenangkan pertarungan sedang bersiap-siap diri.

Definitif pasangan calon belum ada, masih menunggu pengumuman dari KPU. Sementara itu, beberapa waktu ke depan, partai politik sedang menjaring bakal calon yang hendak diusung. Tetapi ini sebenarnya hanya formalitas saja, karena jauh hari sebelumnya pendekatan kepada bakal calon (dan sebaliknya) sudah berlangsung, kecuali untuk calon independen. Khusus yang terakhir, untuk Nias Barat nampaknya tidak ada.

Untuk memperkuat posisi, masing2 bakal calon mengkampanyekan isu negatif performance “lawan”, dan menggemborkan kelebihannya. Yang tidak kalah menarik, utak-atik pasangan. Masing2 calon berupaya mencari pasangan yang memungkinkan mampu untuk mendulang suara.

Makanya tidak heran kombinasi pasangan mengarah kesitu. Basis kombinasi antara lain kedaerahan dan basis “clan”. Kemungkinan untuk pasangan dari satu-daerah, atau marga, kemungkinan akan dihindari. Secara garis besar, kombinasi pasangan ini adalah: Sirombu-Mandrehe-Moi, untuk kedaerahan, sedangkan clan, kemungkinan: Daeli-Gulo-Halawa, Waruwu-Zebua-Hia. Kayaknya pilihan kombinasi clan akan lebih banyak.

Hal lain, yang selalu diintip adalah pasangan incumbent. Dari sejarah di Indonesia, incumbent memiliki potensi besar terpilih kembali, tetapi berpotensi menjadi “musuh” bersama juga. Kampanye negatif akan selalu beredar. Sedangkan info kesuksesan, sedikit banyak diredam; tidak dipublikasikan. Ini semua sebagai upaya membangun opini publik.

Disini yang harus diperhatikan, adalah etika. Keseimbangan publikasi mestinya harus disimak juga. Belum tentu pasangan calon yang satu akan lebih sukses, dibandingkan dengan yang incumbent. Karena itu publik jangan terlalu terkesima apalagi terpengaruh dengan “jargon” dan retorika. Hal yang harus ditelusuri adalah rekam jejak, sebelum menyatakan diri “ingin” maju, misalkan dalam hal integritas, apakah pernah menyelesaikan tugas dengan baik dan sesuai batasan waktu. Jangan2 hanya oportunis, seperti kutu loncat, yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain, yang tentunya menguntungkan bagi dirinya. Hal lain adalah kontribusi yang diberikan kepada publik atau komunitas. Ini tipe pasangan yang tidak mau rugi. Padahal menjadi pemimpin harus mengorbankan diri. Tetapi juga tidak berarti “kesalahan” sedikit juga, disimpulkan bahwa pasangan ini tidak baik, dan tidak layak dipilih. Ini juga bisa menyesatkan. Karena itu, kita harus selektif dan tidak terjebak. (***)

  1. No trackbacks yet.

Leave a comment